3/06/2017

PENGALAMAN PERPANJANGAN SIM
KHUSUSNYA A dan C

Image result for sim A dan C
Surat Izin Mengemudi - SIM (img credits: hariandepok.com)
Awal mula yang dirasakan pasti bingung. "kok gak seperti biasanya" keluhku. ya 5 tahun yang lalu ketika perpanjangan SIM memang berbeda. ada aturan baru bagi pemegang SIM sesuai Peraturan Kapolri No 09 Tahun 2012 pasal 28 ayat 3 tentang perpanjangan SIM dan surat telegram ST/985/IV/2016 huruf BBB poin 3 bahwa untuk SIM yang telah lewat masa berlakunya satu hari tidak dapat diperpanjang dan harus membuat SIM baru.
Tentunya pembuatan SIM baru pasti ribetnya minta ampun :) Penulis akan menuliskan pengalaman perpanjangan SIM beserta biayanya khusus daerah Surabaya.
Sebelum perpanjangan SIM, kita harus menyiapkan syarat-syarat sebagai berikut: 1. foto copy e-ktp @1lembar; 2. foto copy SIM lama @1lembar; 3. lembar asli surat keterangan sehat dari dokter (1 SIM), kalau 2 SIM berarti minta 2 Lembar surat keterangan sehat. Setelah sudah menyiapkan semua syarat-syarat tersebut, kita dapat layanan memuaskan dari bapak dan ibu petugas. kira-kira 15 menit sudah beres (tergantung antrian) Penulis mengurus perpanjangan SIM A dan C di SIM Corner Tunjungan Plaza.
Biaya pengurusan SIM, awalnya kita harus membuat surat keterangan dokter dulu. Kalau di puskesmas biayanya Rp. 15.000,- dan kalau di Dokter umum area TP2 lantai dasar (dekat SIM Corner TP jaraknya kurang dari 50 meter) biayanya Rp. 40.000,-. terserah kalian mau pilih yang mana..
ketika syarat-syarat sudah dibawa InsyaAllah cepat prosesnya, nanti kita dapat lembar yang sudah di tata bapak petugasnya, selanjutnya ke tempat ansuransi dengan biaya per SIM Rp 30.000,- kita dapat kartu asuransi selama 5 tahun, kemudian ke tempat pembayaran SIM, kalau SIM C Rp 75.000,- dan SIM A Rp 80.000,- lalu kita dapat lembar yang sudah tertata rapi foto copian syarat-syarat yang kita bawa sejak awal. Lanjutnya tugas kita menuliskan lembaran tersebut, kebanyakan informasi pribadi kita. Setelah itu, lembaran tersebut diserahkan ke petugas yang khusus menangani foto SIM. kita tunggu beberapa menit, nama kita dipanggil untuk foto lalu menunggu lagi untuk nama kita dipanggil, akhirnya nama kita dipanggil dan kartu SIM sudah jadi.
Saran penulis, cek masa berlakunya kalau sempat seminggu sebelum tanggalnya kita urus dan sudah siap syarat surat keterangan sehat dari dokter, cap dan tanda tangannya harus asli. Selamat mengurus teman

1/22/2016

Belajar di Mall


Ketika membahas kasus remaja
Karya video kelas VIII dengan judul "Belajar di Mall"

1/16/2016

Daya Juang Remaja

Ketika Hp Menemaniku Belajar

Ketika membahas materi kasus remaja
Karya video dari siswa kelas VIII  dengan judul "Ketika Hp menemaniku belajar"

Bullying Remaja

9/23/2013

STOP Sebut Kami Orangtua Hebat, karena Memiliki Anak Cacat

 Kompas.com - Seorang ibu muda menghampiriku sembari tersenyum, “Saya hanya ingin bilang, kalian adalah orangtua yang hebat’’ ujarnya.


Saat itu aku dan suami, Dave, sedang menikmati akhir pekan di kolam renang umum bersama anak kami, Max. Kami tengah bersemangat mendampingi Max melompat di beberapa bantalan besar hijau di dalam kolam.  Karena Max memiliki keterbatasan fisik, maka Dave membantunya meraih tali bantu untuk melompat. Melihat mereka begitu kompak membuatku semakin bahagia, dari tepi kolam renang aku terus bersorak-sorai ke arah mereka.
Tanpa mengurangi rasa hormat pada seorang ibu yang tadi memujiku. Jujur saja, Aku dan Dave sudah sering mendengar hal yang demikian. Mungkin itu bentuk rasa prihatin, atau kepedulian karena aku memiliki seorang anak dengan kebutuhan khusus. Apabila Anda memiliki anak dengan kondisi seperti anakku, kalian pasti sering mendapatkan pujian yang sama.
Aku pernah membaca sebuah artikel yang mengisahkan satu keluarga dengan anak berkebutuhan khusus di North Carolina. Mereka sedang menikmati makan siang di restoran, saat akan membayar, ternyata tagihan mereka telah dilunasi oleh seorang dermawan anonim yang meninggalkan pesan di secarik kertas. Kira-kira seperti ini bunyi pesan itu, “Tuhan hanya menitipkan seorang anak ‘istimewa’ kepada orangtua yang juga istimewa.”
Menyampaikan pujian dengan tujuan memberikan semangat memang lebih baik dibandingkan tatapan mengasihani. Tetapi anggapan bahwa kami adalah orangtua yang hebat dan tangguh, terus terang itu sangat berlebihan. Kenapa? Memang anak kami memiliki kekurangan, tetapi apa yang aku dan Dave lakukan untuk Max adalah bagian dari tanggung jawab kami sebagai orangtua. Jadi, saat ada orang yang menyanjung kami atas hal sederhana yang kami lakukan untuk Max, itu membuatku bingung. Mengapa mereka memandang ini sebagai sesuatu yang luar biasa. Dengan begitu, artinya secara tidak langsung mereka berpikir bahwa memiliki anak seperti Max adalah beban dan menyusahkan.
Menganggap orangtua yang memiliki anak berkebutuhan khusus seolah malaikat, tanpa disadari mereka telah merendahkan kondisi si anak.
Sebenarnya Max yang lebih patut diberikan puji. Dia adalah seorang anak yang penyayang, unik dan cerdas, selalu menyenangkan berada di dekatnya. Kami mengasuhnya sama seperti mengasuh anak pertama kami, Sabrina. Kami merasa beruntung dengan kehadiran mereka, dan semoga mereka merasakan hal yang sama terhadap kami.
Aku tidak akan berbohong bahwa semua baik-baik saja, sebaliknya aku dan Dave sering bersinggungan dengan situasi yang sulit. Seperti misalnya kewalahan mengatur waktu kunjungan ke dokter dan terapi untuk Max, yang terkadang  berbenturan dengan satu dua hal. Lalu, berjuang agar perusahaan asuransi memberikan layanan terapi terbaik. Singkatnya, sebagai orangtua kami terus berupaya agar keluarga kami bahagia dan tercukupi kebutuhannya.
Max menderita cerebral palsy, yakni kelumpuhan pada otak besar, sehingga ia tidak bisa mengontrol pergerakan pada tubuhnya. Dengan situasi seperti itu, aku bangga pada teamwork yang kami sekeluarga lakukan untuk membantu Max menjadi lebih baik.
Terlepas dari memiliki anak berkebutuhan khusus atau tidak, sesungguhnya menjadi orangtua bukan pekerjaan yang mudah. Bahkan, Sabrina anak pertama kami yang terlahir normal, bukan berarti segalanya lebih mudah dengannya. Maka dari itu, kami tidak memerlukan pengakuan dari orang lain bahwa kami hebat karena memiliki Max.
Seperti ibu pada umumnya, aku pun kerap melakukan banyak ‘dosa kecil’ pada dua buah hatiku. Beberapa kali saat aku sedang lelah dan mereka berulah, aku marahi mereka dengan teriakkan. Terkadang, aku melonggarkan aturan dengan mengizinkan mereka nonton TV lebih lama. Saat sore menjelang, beberapa kali juga aku biarkan mereka tidak mandi, hanya karena aku masih ingin rebahan di kasur setelah tidur siang. Jadi, aku hanya orangtua biasa, aku seorang ibu pada umumnya, bukan seorang ibu sempurna yang tak pernah salah. Begitu juga Max, ia juga sama seperti anak seusia lainnya. Dan aku berharap begitulah kalian memandang kami, yakni keluarga pada umumnya.
Aku tahu ibu muda di kolam renang itu bermaksud baik. Makanya, walaupun terganggu aku tetap bersikap sewajarnya, “Terima kasih, kami selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk anak kami, sama saja seperti orangtua di luar sana” balasku.
Simpan saja pujian Anda untuk mereka yang lebih berhak. Karena, aku menyayangi dan menjaga Max layaknya seorang ibu kepada anaknya, berkebutuhan khusus atau tidak. Kami mengasuh anak kami dengan cara yang sama seperti orangtua lainnya, dengan menyayangi, membimbing dan  mengajarkan mereka. Kami memberikan apa yang mereka butuhkan, karena kami adalah orangtua mereka.
Tulisan asli dipublikasikan oleh Ellen Seidman pada buku “Love That Max”.


Sumber :
The Huffington Post
Jimmy Trianto Utomo

3/21/2013

GENERASI Z

Ketika belajar di rumah ananda selalu menyalakan televisi dan laptop.  Handphone selalu ada disebelahnya. Sesekali Ia membalas sms yang masuk.  Ketika diingatkan ananda berdalih lebih nyaman kalau belajar dengan cara demikian. Bahkan ananda marah kalau sedikit dipaksa untuk mematikan semua fasilitas tersebut. Berdasarkan hasil ulangan, ada beberapa mata pelajaran yang harus diremidi/tidak tuntas” kasus Parenting

Anak kita di kenal dengan Generasi Z (disebut juga iGeneration, Generasi Net, atau Generasi Internet) terlahir dari generasi X dan Generasi Y. Mereka lahir dan dibesarkan di era digital, dengan aneka teknologi yang komplet dan canggih, seperti: komputer/laptop, HandPhone, iPads, PDA, MP3 player, BBM, internet, dan aneka perangkat elektronik lainnya. Sejak kecil, mereka sudah mengenal (atau mungkin diperkenalkan) dan akrab dengan berbagai gadget yang canggih itu, yang secara langsung atau pun tidak langsung akan berpengaruh terhadap perkembangan perilaku dan kepribadiannya (akhmad sudrajat).
Penyakit Generasi Z, tentunya berkaitan dengan aneka teknologi, menurut Don Tapscott (Husi Wijaya) seperti:
  1. They are dumber than we were at their age. Generasi Z ini adalah generasi yang bakal banyak mengidap penyakit attention deficit disorders, sebuah penyakit neurobehavioral yang menyebabkan sang anak tidak mampu untuk memperhatikan atau fokus dan menjadi sangat impulsive. Generasi ini juga adalah generasi yang sangat sukar membaca dan berbicara karena pemakaian teknologi pembelajaran yang berlebihan.
  2. They are screenagers. generasi Z adalah generasi sangat kecanduan internet, akibatnya mereka kehilangan daya keahlian untuk bersosialisasi. Generasi ini juga dikatakan generasi yang malas berolahraga bukan karena mereka tidak mau, tetapi karena tidak ada waktu. Waktu mereka dihabiskan di depan komputer, handpone, dan TV.
  3. They have no shame. Didalam bukunya GIGI Durham berjudul Lolita Effect, generasi ini adalah generasi yang mengumbarngumbar semua informasi pribadi kepada semua orang. Mereka sangat senang bukan hanya menjadai narcissist tetapi juga menjadi exhibitionist. Kasus impersonation akan terus muncul dikalangan generasi ini.
  4. They are adrift in the world and afraid to choose a path. Generasi Z adalah generasi yang kehilangan arah, demikian kata Tapscott. Generasi yang setelah lulus kuliah tidak tahu mau kemana, kehilangan kepercayaan diri sehingga mereka memilih untuk kembali kerumah orang tuanya ketimbang hidup mandiri.
  5. They violate intellectual property rights and share anything they can on peer-to-peer networks with no respect for the rights of the creators or owners.Generasi Z adalah generasi yang tidak menghargai karya orang lain akibat banyaknya alasan untuk tidak membayar, mereka berkembang, menjadi kreatif dan pinter didalam mencuri melalui peer to peer network.
  6. They are violent, bullying friends online. Generasi Z adalah generasi yang menggunakan teknologi untuk mengejek, menghina dan bahkan bersikap sangat kasar kepada temam-temannya.
  7. They have no work ethics and will be a bad employee. Generasi Z cenderung tidak memiliki etos kerja, cenderung malas, tidak disiplin
  8. The latest narcissistic “me” generation. Generasi Z cenderung angkuh, sok bisa melakukan segalanya padahal omong kosong.
  9. They don't give a damn what do you think (super ego). Generasi Z memikirkan dirinya sendiri dan tidak peduli dengan teman-teman disekitarnya

Bagaimana langkah orang tua menghadapi anak seperti ini:
»        Beri kondisi nyaman anak anda (tenang)
»        Ajak anak anda berdialog untuk mencari kendala penyebab nilai akademis yang kurang maksimal
»        Beri pemahaman tentang perlu mengatur penggunaan HP, TV  dan Laptop
»        Beri contoh cara mengatur penggunaan HP, TV dan laptop dalam kegiatan sehari-hari
»        Bantu anak anda untuk mengatur penggunaan fasilitas hp, TV dan laptop
»   Buat kesepakatan  dengan anak anda mengenai penggunaan fasilitas hp, TV & laptop, termasuk konsekuensi jika anak anda melakukan atau melanggar kesepakatan tersebut
»        Konsisten melaksanakan kesepakatan